Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gejolak AS-Iran Guncang Kripto, Bitcoin Anjlok — Peluang atau Ancaman?

Gejolak AS-Iran Guncang Kripto, Bitcoin Anjlok — Peluang atau Ancaman? - Pasar kripto kembali terguncang seiring meningkatnya ketegangan geopolitik global. Harga Bitcoin jatuh menembus level psikologis $99.000, menjadi titik terendah sejak 9 Mei 2025, usai serangan udara Amerika Serikat ke fasilitas nuklir utama Iran. Koreksi tajam ini tak hanya memukul Bitcoin, tetapi juga menyeret turun aset digital lainnya.

Ethereum sebagai kripto terbesar kedua juga ikut melemah lebih dari 10%, sementara altcoin seperti Solana, XRP, dan Dogecoin masing-masing mencatat penurunan lebih dari 7%, 8%, dan 9%. Menurut data CoinGlass, lebih dari $1 miliar posisi aset kripto dilikuidasi dalam 24 jam terakhir, sebagian besar berasal dari posisi long yang terlalu berisiko — pertanda bahwa pasar saat ini tengah berada dalam kondisi sangat rapuh.

Gejolak AS-Iran Guncang Kripto, Bitcoin Anjlok — Peluang atau Ancaman?


Sentimen Geopolitik Picu Risiko, Bitcoin Tetap Dianggap Aset Berisiko

Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menegaskan bahwa pelemahan Bitcoin kali ini bukan sekadar soal teknikal, melainkan efek dominan dari meningkatnya ketidakpastian global. 

"Meski kerap disebut sebagai lindung nilai terhadap inflasi, nyatanya dalam kondisi geopolitik memanas seperti ini, Bitcoin tetap dipandang sebagai aset berisiko oleh sebagian besar investor," jelas Antony.

Sejak rumor serangan AS ke Iran merebak pekan lalu, arus dana ke ETF spot Bitcoin tercatat mulai lesu. Dari catatan, arus masuk mencapai $1 miliar awal pekan lalu, namun stagnan pada Kamis dan hanya $6,4 juta pada Jumat, mencerminkan sikap wait and see dari pelaku institusi.

Baca juga:Review Kamera Realme GT 7T dengan Sensor Sony IMX896, Sebagus Ini?

Situasi ini kian diperburuk oleh prediksi JPMorgan yang memperkirakan harga minyak global bisa melonjak ke $130 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Lonjakan harga energi ini berpotensi mendorong inflasi AS mendekati 5%, yang bisa memaksa The Fed kembali mengetatkan suku bunga — kondisi yang biasanya memicu investor keluar dari aset berisiko seperti kripto.

Meski pasar tengah dalam tekanan, Laptophia melihat kondisi ini juga membuka peluang, terutama bagi investor berpengalaman yang memahami siklus pasar kripto. Antony mengingatkan bahwa volatilitas adalah bagian tak terpisahkan dari investasi kripto. "Koreksi tajam seperti ini memang mengkhawatirkan, tapi justru bagi sebagian investor, ini adalah momen menarik untuk masuk di valuasi yang lebih rasional," paparnya.

Sejak halving Bitcoin April 2024 lalu, pasar masih bergerak dalam tren naik jangka menengah yang umumnya berlangsung 12 hingga 18 bulan. Ditambah dengan keterbatasan suplai Bitcoin dan semakin kuatnya adopsi institusional, potensi rebound tetap terbuka lebar.

INDODAX sendiri terus berkomitmen mendorong edukasi dan transparansi agar masyarakat Indonesia bisa mengambil keputusan investasi yang cerdas di tengah gejolak ini. Antony juga menegaskan komitmen INDODAX untuk selalu bekerja sama dengan regulator guna memastikan ekosistem aset kripto di Tanah Air tetap aman, legal, dan diawasi ketat.

Kesimpulan: Tetap Waspada, Jangan Panik

Melihat sejarah Bitcoin, koreksi tajam seperti ini bukan hal baru. Sepanjang perjalanan, Bitcoin telah berulang kali mengalami penurunan signifikan sebelum akhirnya rebound dan mencetak rekor baru. Namun, investor tetap disarankan waspada, tidak panik, dan fokus pada strategi jangka panjang, terutama dengan memperhatikan perkembangan geopolitik dan arah kebijakan suku bunga AS dalam beberapa bulan ke depan.

Anda mungkin suka:Review Kamera Realme 12 Pro+ 5G: Sehebat Apa Lensa Periskop 3x Termurah?

Post a Comment for "Gejolak AS-Iran Guncang Kripto, Bitcoin Anjlok — Peluang atau Ancaman?"